Seni Dakwah: Media Sosial, Persuasi Visual, dan Dakwah Keislaman Felix Siauw



Review Artikel Hew Wai Weng (2018), Seni Dakwah: Media Sosial, Persuasi Visual, dan Dakwah Keislaman Felix Siauw. Indonesia and the Malay World, ISSN: 1363-9811 (Cetak) 1469-8382 (Online).

Hew Wai Weng adalah seorang research fellow di Institute of Malaysian and International Studies (IKMAS), Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Bangi, Selangor Darul Ehsan, Malaysia. Minatnya adalah pada identitas muslim tionghoa, pola migrasi Hui, dan aspirasi Muslim kelas menengah perkotaan (urban middle class) di Malaysia dan Indonesia.

Artikelnya yang berjudul The Art of Dakwah: Social Media, Visual Persuasion and The Islamist Propagation of Felix Siauw, menuliskan tentang Felix Siaw, seorang penceramah Muslim Tionghoa yang populer dan kontroversial, terkenal karena afiliasinya dengan gerakan Islam transnasional, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), serta penggunaan media sosial dan estetika visual yang ekstensif. Pada September 2017, ia memiliki lebih dari empat juta pengikut di Facebook, dua juta pengikut di Twitter, satu juta pengikut di Instagram dan 20.000 pelanggan di YouTube, menjadikannya salah satu penceramah media sosial terkemuka di Indonesia.

Hew Wai Weng melakukan penelitian secara online dan offline dalam menulis artikel ini. Dia melakukan penelitian online, partisipasi offline, dan wawancara tatap muka dengan Felix Siauw dan rekan dakwahnya tahun 2016 dan 2017. Dia mengkaji bagaimana dan dalam kondisi apa Felix Siauw secara kreatif menggunakan media sosial dan gambar visual untuk menyebarkan ideologi HTI di kalangan anak muda Muslim Indonesia.

Pada awal artikel ini, Hew Wai Weng menuliskan tentang fakta adanya penceramah yang popular di Indonesia dan perkembangan media sosial yang mendukung sehingga terjadi peningkatan jumlah penceramah Islam popular tersebut. Dia menceritakan bagaimana Felix Siaw ketika berceramah di Masjid Baitul Ihsan Bank Indonesia Jakarta Pusat. Hew Wai Weng mengatakan Meskipun Felix Siaw adalah seorang Muallaf, namun ceramah dalam dakwahnya justru bukan tentang meyakinkan non-Muslim agar menjadi muslim seperti dirinya, melainkan desakan kepada umat Islam untuk menegakkan agama Islam sebagai cara hidup dan ideologi politik. Felix Siaw membujuk Muslim yang tidak taat untuk lebih saleh, serta mempromosikan ideologi HTI di kalangan pemuda Muslim. Felix Siaw mengemukakan bahwa Islam adalah solusi terbaik untuk berbagai masalah yang dihadapi Indonesia saat ini.

Hew Wai Weng juga menjelaskan siapa audiens yang mengikuti ceramah tersebut. Sekitar setengah dari audiens yang mendatangi ceramah Felix Siaw adalah wanita muda yang mengetahui ceramahnya dari Instagram dan Facebook. Dalam berceramah, Felix Siaw menggunakan teknologi yang modern, dan berpakaian khas Indonesia, yakni Batik, seolah menunjukkan bahwa dirinya telah menjadi muslim Indonesia pada umumnya. Mengenakan kemeja batik khasnya, ia menggunakan slide PowerPoint untuk menampilkan gambar visual dan infografis selama pidatonya. Untuk sesi tanya jawab, ia mendapat pertanyaan dari penonton melalui WhatsApp. Ceramahnya juga direkam dan diunggah di YouTube. Penggunaan media sosial yang ekstensif dari Instagram, Facebook, dan WhatsApp hingga YouTube dan estetika visual, bersama dengan latar belakang etnis Tionghoa, berpindah status dan berafiliasi dengan kelompok Islam transnasional Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), menjadikan Felix Siauw pemain unik di pasar dakwah Islam yang ramai di Indonesia saat itu.

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, media baru seperti televisi dan internet, bersama dengan penggunaan baru dari media lama seperti publikasi cetak dan kaset, telah memperluas ruang publik Islam sebagai tempat ide, identitas dan wacana. Kemunculan media sosial semakin memungkinkan Muslim dari berbagai latar belakang untuk menyebarkan ide-ide mereka secara bebas, melewati intervensi editorial dan sensor.

Akibat berbagai keterikatan antara praktik Islam, bentuk media dan proses sosial, berbagai jenis dan gaya konsumsi, dakwah dan otoritas Islam telah muncul, memungkinkan berbagai wacana keagamaan mulai dari yang progresif hingga konservatif, dari yang moderat hingga yang radikal, bersaing di berbagai online. dan ruang offline.

Penceramah popular seolah tidak memerlukan lagi pendidikan atau latar belakang agama yang kuat untuk menjadi penceramah yang dikenal masyarakat luas. Hew Wei Weng bahkan menuliskan, seorang penceramah populer perlu membekali dirinya dengan keterampilan komunikasi dan strategi media. Banyak penceramah populer yang paham media dan mungkin memiliki penampilan yang menarik atau suara yang menarik, namun mereka tidak selalu memiliki kredensial yang kuat dalam pendidikan agama

Seperti Felix Siaw, dia adalah seorang Muallaf. Latar belakang pendidikan agamanya bukan dari pondok pesantren atau lembaga keislaman lainnya. Namun, dia menjadi penceramah popular karena kreativitasnya dalam berkomunikasi dan strategi media.

Dengan kata lain, selain ilmu dan substansi, bentuk dan rupa merupakan bagian tak terpisahkan dari sektor dakwah Islam yang berkembang di Indonesia. Bentuk media yang berbeda dan dibentuk oleh berbagai wacana, praktik, dan tokoh Muslim. Jika media elektronik seperti televisi dan radio pertama kali memunculkan penceramah selebriti, media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram kini memberikan cara tambahan untuk menjadi populer. Berbagai platform media sosial menyediakan saluran bebas biaya bagi para penceramah ini untuk meningkatkan visibilitas publik mereka. Hew Wei Weng menambahkan, stasiun radio dan TV (ideology kuno) mungkin menolak untuk menampilkan penceramah yang memiliki sudut pandang politik atau agama yang kontroversial, namun platform media sosial memungkinkan penceramah ini untuk menyebarkan ide-ide mereka secara online. Tokoh agama tidak hanya menyesuaikan strategi dakwahnya dengan media baru, tetapi juga memanfaatkan media tersebut untuk kepentingannya sendiri.

Hew Wei Wang membuat framework dalam artikelnya. Ia menyoroti tiga poin, antara lain:

(a) persimpangan antara aktivitas online dan acara offline dalam dakwah Islam kontemporer;

(b) berbagai bentuk ekspresi lisan, tekstual dan visual on-offline dakwah;

dan (c) politik dan puisi dakwah. Ini menggambarkan bagaimana online dan visual dakwah melengkapi daripada mengganti offline dan tekstual dakwah. Artikel ini menyoroti dimensi spasial dan visual dakwah Islam kontemporer.

 Melalui artikel ini dapat diketahui bahwa keintiman dan visibilitas penting untuk khotbah online dan offline hari ini. Seperti yang diilustrasikan oleh Hew Weng Wei, Felix Siauw menjalankan tugasnya dakwah di hampir setiap ruang online dan tempat offline yang memungkinkan. Ia tidak hanya aktif di hampir semua platform media sosial, tetapi juga melibatkan dirinya dalam berbagai program offline seperti kelompok belajar Islam, kegiatan masjid, dan retret keagamaan. Mengikuti format media sosial khususnya Instagram dan Facebook, gambar, foto, video, warna dan infografik berperan penting dalam dakwahnya. Estetika dakwah begitu penting bagi Felix Siaw. Ceramah yang dilakukannya tidak hanya untuk meningkatkan visibilitas dan menarik perhatian, tetapi juga untuk meyakinkan audiens dan pengikutnya untuk percaya pada pesan yang dia sampaikan.

Artikel ini membahas bagaimana Felix Siauw menggunakan ' mobilisasi bentuk sensasional dalam estetika persuasi untuk menyebarkan pesan Islam di kalangan pemuda Muslim. Penelitian Hew Weng Wei menuliskan tentang bagaimana pendapat Felix Siaw saat dirinya dianggap sebagai otoritas Islam. Mengingat banyaknya pengikut dan kemampuannya untuk membentuk opini publik tentang berbagai masalah agama dan politik, orang mungkin menganggapnya sebagai yang diinvestasikan dengan otoritas Islam juga. Namun, Felix Siauw sendiri kerap mengaku hanya sebagai pengikut, bukan pemimpin HTI. Dia menganut ideologi HTI dan mengemasnya kembali untuk audiens media sosial yang lebih luas. Gaya dakwahnya kasual dan ramah, namun isinya kaku dan dogmatis. Felix Siaw sering diundang untuk memimpin sesi studi Islam (pengajian) dan kursus pelatihan yang diselenggarakan oleh HTI di berbagai lokasi, dan disajikan sebagai seorang mualaf yang saleh yang dapat menjadi contoh yang baik bagi Muslim non-praktisi.

Di sektor dakwah yang padat, para penceramah Tionghoa tampaknya memiliki daya tarik khusus, karena etnis dan status mereka sebagai mualaf. Felix Siauw secara terbuka mengakui latar belakang Tionghoa-nya, tetap menggunakan nama belakang Tionghoa dan suka menceritakan kisah pertobatannya selama berkhotbah. Namun, tidak seperti penceramah Muslim Tionghoa lainnya seperti Koko Liem dan Tan Mei Hwa, dia jarang menggunakan simbol budaya Tionghoa. Dalam berceramah misalnya, dia selalu menggunakan kemeja batik sebagai upayanya menunjukkan sisi kebudayaan Indonesia.

Dari hasil wawancaranya bersama Felix Siaw, dapat diketahui Felix Siauw berbagi hobi dengan banyak anak muda lainnya, seperti bermain game, animasi, komik, travelling dan fotografi. Dengan kombinasi pengalaman pemasaran, kesadaran TI, dan minat visual ini, tidak mengherankan jika Felix Siauw menjadi penceramah yang sukses, sadar pasar, paham digital, dan berorientasi visual. Felix Siaw tau bagaimana untuk menarik anak muda dengan media sosial penting “… kita harus membuat dakwah menarik … kita harus mengemas ide kita dengan indah”.

Sebagai dakwah promotor, ia mengeksplorasi metode dan ruang baru serta menemukan audiens baru. Namun, Felix Siauw lebih dari sekedar penceramah yang populer. Ia juga seorang aktivis politik, pengusaha religius, dan penulis yang produktif. Berbeda dengan da'i populer lainnya yang kerap menghindari topik-topik politik yang kontroversial, Felix Siauw tidak segan-segan berkomitmen untuk mendirikan kekhalifahan seperti yang disebarluaskan oleh HTI.

Hew Weng Wei juga membandingkan Felix Siaw dengan tokoh penceramah Muslim Tionghoa yang popular di Malaysia. Firdaus Wong. Felix Siauw dan Firdaus Wong memiliki ciri yang serupa - keduanya adalah mualaf China, berusia awal tiga puluhan, memegang nilai-nilai agama konservatif, paham media, memiliki pengalaman pemasaran dan bersemangat untuk menyebar ' Islam yang benar ' seperti yang mereka pahami.

Hew Weng Wei berpendapat bahwa peningkatan akses Internet dan popularitas media sosial sangat penting untuk memungkinkan tokoh-tokoh yang paham digital seperti Felix Siauw untuk membangun dirinya sendiri. Para penceramah media sosial memiliki lebih banyak fleksibilitas dalam gaya dan konten pemberitaan mereka, karena mereka bebas dari sensor pemerintah, serta intervensi dan preferensi produser televisi dan editor berita.

Hew Weng Wei meneliti strategi media yang dijalankan oleh Felix Siaw. Felix Siauw secara kreatif membuat dan mengedit bahan pengabarannya sendiri. Dia tahu apa yang ingin dia sebarkan. Dia tahu siapa target audiensnya, apa yang mereka minati dan bagaimana dia bisa membujuk mereka. Sebagai pendukung setia HTI, ia sengaja bertujuan untuk menyebarkan ideologinya di kalangan pemuda Muslim, terutama mereka yang berbasis perkotaan, perempuan, di bawah 35 tahun, dan tidak memiliki pendidikan agama yang kuat. Sebagian besar pemuda Muslim ini sering menjadi pengguna media sosial, menghabiskan sebagian besar waktunya di 'next',' like ' dan ‘share’ kiriman di Facebook, Twitter, dan Instagram. Felix Siauw sangat menyadari tren ini, dan karenanya melihat media sosial sebagai utamanya dalam mempromosikan dakwah.

Tidak hanya itu, Hew Weng Wei juga menemukan bahwa Felix Siaw terjun langsung dalam pemasaran. Dia memposting pesan, sering kali bersama dengan gambar dan terkadang dengan kliping video, hampir setiap hari. Ia menulis tentang beragam topik, mulai dari memberikan tips tentang cara mengamalkan Islam dalam kehidupan sehari-hari, berbagi cerita tentang perjalanannya, mengomentari masalah terkini dan debat agama di Indonesia, mempromosikan ceramah agama dan acara studi Islam, hingga mendukung produk komersial HTI-nya. teman.  Pesan online-nya sering kali sesuai dengan interaksi offline-nya, baik dalam bentuk mempromosikan acara offline atau melaporkan aktivitas offline-nya. Misalnya, di berbagai platform media sosial, dia mempromosikan YukNgaji rihlah ( wisata religi) ke Lombok, termasuk program-program seperti mengunjungi pantai, snorkeling, melihat matahari terbenam, berbelanja, dan yang paling penting adalah sesi belajar agama, yang dicapnya sebagai Talkshow Inspiratif (Acara bincang-bincang yang menginspirasi).

Gambar visual di Instagram, pesan singkat di Twitter, dan video pendek di Facebook adalah cara yang efektif untuk menarik perhatian, namun tidak memberikan ruang yang cukup untuk interaksi yang lebih mendalam. Untuk melengkapi komunikasi media sosial yang singkat, Felix Siauw ' s dakwah tim YukNgaji menawarkan kelas agama online gratis dan menyelenggarakan ceramah Islam, seperti Talkshow Inspiratif. Begitu pula dengan video pelengkap yang menampilkan Felix Siauw ' Pidato dengan tema ' Islam Satu Menit ' di YouTube, YukNgaji menyelenggarakan kursus singkat Islami intensif yang disebut KEY FAST. Tujuan akhir dari kegiatan dakwah ini adalah untuk meyakinkan orang-orang untuk berpartisipasi dalam kelompok belajar agama yang diilhami HTI (halaqah) yang membutuhkan komitmen pribadi jangka panjang. Dari pertemuan singkat di media sosial hingga berjam-jam kursus Islam online, dari pembicaraan agama tatap muka hingga partisipasi yang berkepanjangan dalam kelompok belajar agama, aspek temporal dan spasial saling terkait dengan komitmen keagamaan.  Disini, dapat menjadi terobosan bahwa online dan offline dakwah tidak efektif, tetapi juga saling melengkapi. Dari promosi online hingga keterlibatan offline, dari interaksi offline kembali ke penyebaran online, Felix Siauw dengan terampil melakukan manuver baik ruang online maupun offline dalam memaksimalkan upaya dakwahnya.

Artikel ini juga menuliskan bagaimana Felix Siaw juga berkolaborasi dengan istrinya (Ummu Alila) mendirikan usaha Hijab Alila yang menawarkan busana muslim yang benar-benar sesuai syariah. Seolah memfasilitasi audiens yang setuju dengan konsep dakwah Felix Siaw yakni menjadi lebih saleh sesuai syariat Islam. Felix Siauw tidak sendirian saat terjun ke dunia visual dakwah. Emeralda Noor Achni, pengikutnya yang menjadi kolega adalah kolaborator utamanya dalam hal ini. Ia belajar Desain Komunikasi Visual di Universitas Pelita Harapan, sebuah universitas Kristen swasta di dekat Jakarta. Sebuah peristiwa yang mengubah hidup mengubah Emeralda Noor Achni dari seorang Muslim yang tidak taat menjadi seorang yang saleh, dan dia memandang Felix Siauw, seorang mualaf yang menjadi penceramah, untuk bimbingan. Sejak saat itu, ia gencar mengawinkan bakat visualnya dengan pesan-pesan Islami. Bersama Felix Siauw, Emeralda Noor Achni mendirikan Sanggar AlFatih untuk mempromosikan visual dakwah. Mereka ikut memproduksi buku-buku visual bertema Islam, mengadaptasi gambar-gambar kreatif untuk secara halus mempromosikan ideologi HTI dengan Felix Siauw yang memberikan ide dan teks.

Buku visual mereka yang paling sukses adalah Udah putusin aja (Siauw dan Noor Achni 2013) dan Yuk berhijab (Siauw dan Noor Achni 2015).

Selain mengandalkan Emeralda Noor Achni dan tim-tim tersebut di atas, Felix Siauw juga melakukan visual dakwah sendiri. Mempromosikan visual dakwah tidak berarti dia tidak lagi aktif dalam menulis, seperti yang dia tegaskan,' gambar dapat dengan mudah menarik perhatian dan menyentuh hati (hati-hati), namun teks tetap penting dalam menumbuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang Islam'. Baginya, pendekatan visual dan tekstual saling melengkapi sekaligus membentuk satu sama lain. Namun, gambar dan teks yang dia posting mungkin tidak selalu terkait seperti pada foto yang diposting di akun Instagram-nya dengan caption yang tidak ada sangkut pautnya dengan gambar tersebut. Misalnya, sekembalinya dari perjalanan ke kepulauan Raja Empat di Papua Barat, ia memposting sederet foto di Facebook yang memperlihatkan keindahan alam pulau-pulau terpencil tersebut. Salah satu foto menampilkan dirinya sedang snorkeling 37 Tapi keterangan itu menjadi pengingat bagi pemuda Muslim untuk tidak menggunakan pertemuan studi agama sebagai alasan untuk berkencan dengan wanita Muslim, serta mendesak mereka untuk segera menikah setelah mereka siap.

Felix Siauw kerap mengenakan busana yang kasual dan simpel, seperti kemeja batik lengan pendek atau kaos oblong dan celana panjang. Pendekatan ini membuatnya tampak membumi dan mendekatkan dirinya ke hati banyak anak muda. Sejak 2011, salah satu ciri khasnya adalah mengenakan batik hasil rancangan dan produksi Rumah Batik Priyo Atmodjo yang dikelola oleh salah satu temannya. Mengenakan batik menandakan apresiasinya terhadap budaya Indonesia, namun bukan berarti ia mendukung prinsip dasar negara bangsa Indonesia. Pancasila, yang bertentangan dengan HTI Ideologi transnasional. Demikian pula, ia mempertahankan nama Tionghoa sebagai pengakuan atas warisan Tionghoa, tetapi tidak menyetujui perayaan Tahun Baru Imlek. Selain batik, Felix Siauw juga sering tampil dengan kaos.

Memanfaatkan ketidakadilan sosial-ekonomi, marginalisasi dan pemuda Muslim yang mencari makna hidup, dia secara halus dan kreatif menawarkan Islam sebagai solusi untuk masalah mereka. Dia sering memicu mentalitas pengepungan di kalangan Muslim, dan mendesak para pengikutnya untuk melanjutkan dakwah terlepas dari berbagai tantangan. Dalam video kliping, mengenakan kaos oblong dan berdiri di atas panggung dengan baliho yang menampilkan berbagai ikon media komunikasi, Felix Siauw membuat ‘revolusioner’ pernyataan bahwa Islam adalah agama untuk perubahan, agama untuk keadilan dan agama untuk menantang status quo. Pesan radikal agama dan politiknya menuai berbagai kritik.

Pengaruh Felix Siaw yang massif bisa dilihat dari kejadian dimana Felix Siaw saat ceramah di Malang, aparat kepolisian setempat membubarkan pembicaraannya, 30 April 2017. Pengikutnya dan simpatisan HTI segera meluncurkan kampanye '#Savefelixsiauw' di Twitter. Setelah larangan official HTI pada Juli 2017, setidaknya sepuluh pembicaraan Felix Siauw yang dijadwalkan telah dilarang atau terganggu. Namun, hal ini belum menghentikannya untuk memberikan pidato secara online dan offline di acara yang diselenggarakan oleh YukNgaji dan Hijab Alila. Dia telah mengintensifkan live streaming pengajiannya di Instagram dan Facebook dan ada sedikit peningkatan jumlah pengikut Instagram dan Facebook-nya setelah pelarangan HTI.

Jika Aa Gym sebagai penceramah selebriti populer yang karirnya jatuh setelah pengungkapan poligami tetapi tantangan hukum mungkin tidak selalu menjatuhkan Felix Siauw.40 Sementara larangan resmi telah membubarkan HTI sebagai organisasi, itu belum menghentikan penceramah dan aktivis yang berafiliasi dengan HTI untuk mempromosikan ideologi mereka secara halus.

Platform media sosial memungkinkan Felix Siaw sebagai penceramah untuk menyebarkan pesan-pesan Islam yang dikemas secara kreatif atau menarik melalui berbagai sirkulasi teks, gambar dan video. Felix Siaw dan timnya ingin menampilkan dakwah yang indah, enak dibaca, menyenangkan untuk dilihat, dan mampu untuk menyentuh hati. Bagi mereka, dakwah memakai hijab syari dan dakwah T-shirt, dan aktivitas visual (menulis buku visual, memposting gambar di Instagram dan berbagi video langsung di Facebook) yang terus-menerus direproduksi dan di-posting ulang di berbagai platform online dan offline, bertujuan untuk mengundang orang-orang untuk mengikuti pesan mereka dan pada akhirnya meyakinkan mereka untuk bergabung dengan perjuangan Islamis mereka. Dengan kata lain, sensasi ragawi dan estetika visual bersifat politis dan berperan penting dalam pembentukan gerakan politik-agama. Felix Siauw menggunakan media sosial dan bentuk visual untuk menormalkan radikalisme agama. Di persimpangan media sosial, persuasi visual dan ideologi Islam, seni khusus ini dakwah, membuat pesan radikal menarik dan memungkinkan infiltrasi halus ide-ide radikal dalam kehidupan sehari-hari kaum muda Muslim.

Keputusan Hew Weng Wei dalam menganalisis media sosial, persuasi visual, dan dakwah keislaman Felix Siauw menjadi hal yang begitu menarik karena perkembangan teknologi, termasuk media sosial, akan terus bergulir dan hasil penelitiannya akan menjadi ‘pedoman’ bagi para penceramah yang juga ingin popular, terlepas dari apa ideology yang akan diusung dalam dakwahnya. Strategi media, background pengalaman di bidang pemasaran, dan langkah kreatif Felix Siaw yang mampu mempopulerkan HTI yang keras dan pernah meredup menjadi catatan sejarah sekaligus bukti massifnya pengaruh media sosial dan persuasi visual.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

La mer est un poème sans fin

Gratis dan Mudah! Cara Mendownload Dokumen Riset di Springer Link

Tentang Catatan Kaki