Virtual Graduation on My Campus


Hi! Aku mau cerita karena kebetulan hari ini libur kerja, dan tiba-tiba selintas ide muncul untuk menulis tentang pengalaman wisuda virtualku.

Tidak semenarik yang lainnya, namun ini merupakan pengalaman baru untukku dan aku ingin bisa menceritakannya ke anakku kelak. Nah, biar engga lupa, makanya aku tulis di sini. Siapa tahu, di waktu yang akan mendatang, kisah ini bisa menjadi nostalgia yang menghibur untukku, hihi.


Lulus 

Dimulai dari aku dinyatakan lulus pada bulan Januari. Kemudian, untuk pelaksanaan wisuda (rencananya) terjadwalkan pada minggu kedua di bulan April. Karena masih ada waktu beberapa bulan sebelum pelaksanaan wisuda, aku memutuskan untuk pulang ke Kudus. Waktu itu bulan Maret, kasus Covid-19 sudah muncul, namun belum banyak dilaporkan mengenai pasien yang positif terjangkit. Jika kusadur dari pemberitaan Kompas.com, pada 10 Maret 2020, terdapat 13 pasien baru virus corona sehingga total menjadi 19 pasien.

Aku sampai di Kudus kurang lebih tanggal 10 Maret 2020. Aku menjalani kehidupan biasa di rumah, namun tetap dengan rasa yang belum lega karena ijazah belum di tangan dan aku perlu segera melamar pekerjaan. Aku punya surat keterangan lulus namun sepertinya itu tidak berpengaruh sama sekali :( aku melamar menggunakan SKL dan belum ada satupun panggilan.

Covid-19 sudah merebak, ODP maupun PDP, bahkan pemberitaan pasien Covid yang meninggal mulai bermunculan. Peraturan dari pemerintah mengenai #dirumahsaja dan penggunaan masker serta protokol keamanan kesehatan lainnya sudah digalakkan. Menuju April, semakin simpang siur informasi seputar wisuda di kampusku. Sempat percaya diri, namun lama-lama jadi pesimis, mengingat banyak kampus yang mulai mengagendakan wisuda virtual alih-alih wisuda dengan seremoni yang seperti biasanya.

Kondisi di rumah, kebaya sudah siap, wedges sudah siap, MUA yang sebelumnya sudah booked dengan terpaksa kami batalkan seiring dengan tidak adanya informasi mengenai penyelenggaraan wisuda. Berulang kali aku mencoba menghubungi akun media sosial resmi kampus yang cukup aktif (sedang gencarnya mempromosikan kampus dan informasi seputar penerimaan mahasiswa baru), namun tidak ada balasan sama sekali. Intinya, belum ada kejelasan mengenai wisuda, entah virtual maupun tidak ada sama-sekali, kami masih harap-harap cemas.

Bulan April berlalu dan tidak ada informasi sama sekali. Oke, di titik ini, aku benar-benar meyakini mungkin memang aku tidak akan merasakan yang namanya seremonial wisuda. Kasus Covid-19 semakin banyak, kampus tidak ada kejelasan, aku merasa sedih luar biasa.

Bulan Juni, ada informasi dari fakultas memberitahukan bahwa Ijazah sudah dapat diambil. Aku pikir, kita akan mendapatkan sebagaimana wisuda pada periode sebelumnya seperti plakat, selempang cumlaude, samir, hingga buku album. But, guess what? Polemik muncul disini, saat temanku yang juga wisuda bulan April datang mengambil ijazah ke TU Fakultas dan yang di dapat hanyalah Map Ijazah (berisi selembar ijazah dan transkrip nilai), serta sebuah goodie bag sederhana bersablonkan logo kampus.

Wow, sudah tidak ada wisuda, ternyata yang di dapat hanyalah itu. Haha.

Kesal? Tentu saja. Hasrat ingin berangkat ke Jogja seketika hilang. Bukan benar-benar hilang, sih. Lebih ke, nunda. Padahal ya itu, ada tanggungan ngambil ijazah dan beberes kontrakan. Temen ada yang inisiatif mau ngambilin dan temen kontrakkan juga berbaik hati memaklumi kalau belum bisa ke sana. Terharu aku. *insert sad kitten meme*

BUT still... Ijazah gabisa diwakilin alias kudu diri ini sendiri yang kesana. 

Akhirnya, terjadi moment "yaudahlahya". Aku memutuskan untuk pasrah dan menunda keberangkatan hingga bulan Juli, sekaligus boyongan. That means aku harus ngumpulin uang dulu karena biaya boyongan bakal mencapai sejuta, dalam bayangan kasarku. 

Alhamdulillah waktu itu keterima kerja, haha, jadi gajian pertama berasa banget langsung kaya ngalirrr gitu aja buat membeli barang-barang, boyongan dan perintilan tidak terduga.

Sebelum bahas boyongan

13 Juni, aku masuk dalam sebuah grup berjudul "Wisuda April"

Widih, apaan nih. Masih ada aja bahasan wisuda. Hati kecilku mencibir, saking udah merasa tidak ada harapan untuk itu, hahaha.

Ternyata, itu adalah grup yang menjadi cikal bakal adanya cahaya terang menerangi malamku, menjadi agak tidak sendu karena tidak lagi memikirkan wisuda cuma dapet map ijazah doang.

Anggota grup tersebut adalah calon wisudawan wisudawati yang terjadwal wisuda periode April dari fakultas sosial humaniora. Kami saling membagi informasi di grup itu, dan mengusahakan bersama agar, at least, kalaupun gaada wisuda, hak kita untuk dapet plakat, samir, juga selempang cumlaude tuh bisa difasilitasi. DAN, Alhamdulillah kita berhasil soal itu, namun realitanya, bertahap. 

Boyongan

Dengan mengucap basmalah dan mengantongi restu orang tua, berangkatlah aku ke Jogja bulan Juli, naik bus N*s*nt*ra yang harganya melejit jadi 85 ribu rupiah yang semula harga per satu tiket adalah 60 ribu rupiah. Fasilitas yang didapat? Bisa kubilang sama aja. Ada yang duduk sebelahan tapi ga ditegur. Bayanganku di dalam bakal ada botol handsanitizer gitu, ternyata juga tidak ada.

Long story short, aku udah selesai ambil ijazah dan plakat. Samir dan selempangnya belum bisa kuambil saat itu, karena memang belum ada informasi seputar apakah kami mendapatkan dua benda itu. Tapi pada akhirnya, kami mendapatkan samir dan selempang kok, hehe. Alhamdulillah.

Juli aku pulang ke Kudus. Oh iya, sebelum berangkat aku bikin surat kesehatan dulu^^ Jaga-jaga kalau pas sampai di kontrakkan, aku ditanyain sama Ibu Kontrakkan atau warga setempat.

Niatnya di Jogja aku mau dua minggu, hmm faktanya, aku seminggu aja. 

Aku pulang ke Kudus dengan berdo'a kenceng semoga ngga bawa virus. Selama di Jogja, di tas wajib banget ada tisu basah, tisu kering, handsanitizer. Setiap mampir di suatu tempat, selalu. cuci. tangan. 
Pulang langsung mandi cuci baju. Asli, rasanya was-was banget. Huhu. Tiap hari ngusahain masak sendiri dan meminimalisir main ke luar. Pas menuju hari terakhir di Jogja aja, aku ke rumah temen aku, pamitan sekaligus jenguk dia yang abis kecelakaan. Eh, endingnya sempet belanja kerudung dan bahkan potong rambut. Lalu abis itu ngerasa nyesel kenawhy baru tau tempat potong rambut semurce dan sebagus itu, di saat-saat aku mau ninggalin Jogja? Sedih parah.

Pulang ke Kudus, aku menggunakan jasa antar dan angkut barang dari kenalanku. Di bandrol 850 ribu rupiah, satu armada berupa mobil pick up mengantarku serta barang-barang dari kontrakanku pulang dari Jogja ke Kudus. Sebetulnya, aku kepikiran untuk mengirim via ekspedisi saja, tapi batal, mengingat ada motor yang harus ikut serta bersamaku pulang. Kondisi motor setelah hampir setengah tahun kutinggal? Tidak bisa menyala, sih, mesinnya, namun fisiknya nggak sampai yang parah banget, kok. Tidak usang juga, terima kasih untuk temanku yang tipis-tipis pernah ngebersihin :")

*again, insert sad kitten meme*

Wisuda Virtual

Di grup WA, ada informasi mengenai pelaksanaan wisuda virtual tanggal 22 Juli. Kami semua kaget, karena tidak ada surat edaran yang menurut kami bisa dijadikan bukti benar tidaknya suatu informasi, lebih-lebih ini mengenai wisuda.

Di hari yang sama namun selisih beberapa jam, diterimalah oleh kami surat edaran (tentunya berbentuk PDF) yang membuat kami lega dan mendapat kejelasan. Memang ya, sesuatu yang jelas itu melegakan. Hehe. Selanjutnya, kami mengisi form registrasi wisuda dan kami harus mengkonfirmasi apakah dapat mengikuti pelaksanaan wisuda virtual yang akan dilaksanakan lima hari lagi. Ya, benar. Lima hari lagi wisuda dan kami baru dapat kabarnya saat itu, hihi.

Wisuda dilaksanakan secara virtual, menggunakan aplikasi Zoom, dan disiarkan live melalui Youtube. Ayah Ibuku begitu antusias menyambutnya, meskipun dress code yang aku kenakan (sesuai aturan) hanya kerudung hitam berbaju putih dan bawahan hitam, persis saat kami sidang skripsi, mungkin ini versi sudah di upgrade kali ya.

Selama pelaksanaan, aku cuma duduk aja di depan ponsel. Iya, aku pakai ponsel karena kamera ponselku lebih cakep di buat record ketimbang kamera laptopku yang ngebikin wajahku kaya ada semut-semutnya. Kalau kalian punya laptop yang kameranya memiliki resolusi yang bagus, saranku mending pakai kamera laptop, sih. Lalu, pastikan sinyal kalian bagus. Waktu itu, Alhamdulillah sinyal WiFi mendukung banget. Jadi, ngga ada cerita ngelag atau buffering yang nyebelin gitu. 

Sedangkan laptopku, aku nyalakan untuk melihat live streamingnya, juga untuk membuka Whatsapp via Web, siapa tahu ada chat penting, maklum, saat itu aku nggak libur kerja. Untungnya fleksibel, tapi namanya juga jaga-jaga, hehe. In the end, berguna banget sih menurutku buka WA via web gini. Karena kalau bosen, bisa sambil chattingan sama temen di WA tanpa harus mainin si ponsel yang lagi recording kita pada aplikasi Zoom.

Wisuda diawali pembukaan, lalu menyanyikan lagu Indonesia Raya, Hymne Kampus. Lalu lanjut ke acara berikutnya dan nggak ada yang spesial banget menurutku selain penyebutan nama diri sendiri oleh MC yang diikuti dengan nongolnya foto kita di layar, lengkap dengan nama ayah dan ibu. Ada juga persembahan dari dosen di kampus sekaligus hiburan, yakni kumpulan recording masing-masing dari mereka yang menyanyikan lagu dangdut gitu.

Oh ya, buat temen-temen yang mau cheering temen yang lagi di wisuda, bisa banget ke kolom komentar di live streamingnya (Youtube), karena seru banget ngebacain komen yang muncul. Dari mulai untuk temannya, sampai orang tua nulis untuk anaknya. 

Ayahku ikutan juga, padahal posisinya juga duduk sampingku. Kata beliau, "Biar ada yang nyebut nama kakak. Soalnya itu ada yang nulis, untuk anakku, gitu." Sambil menunjuk salah satu komentar yang mungkin itu Ibu atau Ayahnya wisudawan.

Jujur, hatiku kaya cekit gitu. Lalu aku berinisiatif ngirim link live streamingnya ke grup yang berisi teman-teman dekatku saat Ayah dan Ibuku tidak menemaniku. Wkwk, cerita nih, Ayah dan Ibuku pengen banget lihat jalannya wisudaku. Tapi mereka sambil di sambi gitu, Ayah sambil masak, Ibu bahkan sempet nganterin kerjaan ke konveksi tempat beliau bekerja. Aku? Ya duduk manis aja depan layar. 

Lanjut, setelah aku kirim link tadi, boom mulai lah bermunculan komentar yang lucu, menghibur, ngasih ucapan selamat juga semangat untukku. Setelahnya aku ngasih tau ke Ibu dan Ibuku jadi senyum-senyum, ngerasa anaknya punya banyak teman dan terhibur sama lucunya kalimat-kalimat yang di buat mereka.

Sstt, jangan bilang Ayah Ibu ya, hihi.

Selain cheering lewat kolom komentar di Youtube, kalian juga bisa bikin post foto wisudawan di medsos, ngucapin selamat dan kata-kata baik lainnya, and I believe, it means a lot for them.

Well, itu sih. Udah, hahaha. Belum sekeren kampus lain yang pakai robot dan atau 'wisuda delivery', tapi aku bersyukur setidaknya kampusku masih mengusahakan adanya seremonial wisuda, dan memberikan kami paket merch wisuda sebagaimana mestinya. Meskipun molor tiga bulan, tapi ngga papa. Aku jadi salah satu wisudawati pertama yang ngerasain wisuda virtual dalam sejarah kampusku.

Itu, ceritaku. Meskipun sederhana, sebenarnya kita bisa tetap menciptakan euforia wisuda kita ngga sedih-sedih banget. Ada hikmah yang pasti bisa diambil, tinggal gimana kita melihat peristiwa dan berkontemplasi karenanya. 

Next, InsyaAllah mau share cerita soal caraku mengubah euforia wisuda ala corona alias wisuda di rumah aja jadi enggak ngenes-ngenes amat. Sampai jumpa di postingan berikutnya! 

Oh, iya hampir lupa. Selamat Idul Adha, yaaa, untuk teman-teman yang merayakan. Semoga nikmat berupa kesehatan dan keberkahan-keberkahan lain dari Tuhan selalu ada membersamai kita.

Komentar

  1. Keren banget ceritanya, sangat sangat mengibur dan memberikan motivasi bagi para pembaca sekaligus pemeran wisuda online yg pesimis dan (bisa jadi) kecewa dengan diadakannya wisuda online di kampusnya tahun ini.
    Semoga mereka bisa tercerahkan dan terbangkitkan (lagi) semangatnya dalam menikmati euforia wisuda online nya masing-masing.
    Jadi semakin penasaran episode selanjutnya nih :D
    Selalu ditunggu update kisah2 inspiratifnya kak, semoga bisa selalu memberikan manfaat bagi banyak orang, Aamiin.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gratis dan Mudah! Cara Mendownload Dokumen Riset di Springer Link

La mer est un poème sans fin

Meningkatkan Semangat Berhalaqoh