Semacam Aksara Kerinduan




Sebesar apapun aku kini, esok, dan nanti. Aku tetap anakmu, bu, tentu akan selalu begitu.
Semoga bisa segera pulang. Aku sudah rindu dengan sambal dan sayur asam buatanmu. 
Serta mesin jahit dan suara khasmu ketika menyuruhku membantu menyelesaikan garapanmu.
Serta nada khawatir yang kau sembunyikan ketika aku sedang sakit, atau saat aku mulai bercerita tentang seseorang.
Aku juga rindu ketika aku mulai berkelakar hingga engkau tertawa sampai aku hapal benar bagaimana bentuk wajah ayumu ketika terbahak.

Ibu..
Aku rindu pergi membeli pesanan batik di pasar, aku rindu membuatkan teh, aku rindu merajuk didepanmu, aku rindu harum wangimu aku rindu tanganmu, Ibu aku rindu.
Dan Ayah.. Tanpa ku tuliskan jelas akupun merindumu jua.

Ketika aku sadar kalian mulai cemburu dengan kesibukanku yang mulai datang hingga jarang bercakap melalui hadphone, dan hanya bisa mengusahakan sepatah dua patah kata sekedar syarat aku sudah memberi kabar.. Ibu, Ayah. Percayalah. Bukan berarti aku tak rindu sama sekali. Aku rindu. Dan itu bukan sekedar aksara yang ku pamerkan disini.

Hanya saja aku menyembunyikannya sebagai konsekuensi ku yang memilih merantau,tinggal jauh dari kalian.

Seperti kata dari lisanmu bu, aku harus menomorduakan rindu tak bertepi ini. Meski ku yakin engkau tau, sepintar apapun aku menyembunyikan harum rindu ini, engkau pasti sudah akan menciumnya ketika aku pertama kali mengucap salam setelah ku tekan tombol hijau di ponselku.

Yogyakarta, 22 Desember 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gratis dan Mudah! Cara Mendownload Dokumen Riset di Springer Link

La mer est un poème sans fin

Tentang Catatan Kaki